Thursday, November 27, 2008

Umbar Tubuh Demi Fantasi Seks

Pesta dengan suguhan tarian yang mengumbar aurat, menjadi bentuk hiburan tersendiri di kalangan pecinta kehidupan serba bebas. Obyek tontonan juga tidak lagi semata perempuan, tetapi juga laki-laki. Pertunjukan yang sesungguhnya tabu digelar itu, pada gilirannya menjadi sarana untuk menyalurkan hasrat, khususnya bagi kaum kesepian serta kalangan penyuka sesama jenis.

Kota-kota besar di berbagai belahan dunia, termasuk Jakarta, sarat oleh berbagai sajian hiburan yang kian beragam. Hiburan malam juga tak luput dari tontonan yang mengumbar lekuk tubuh para penari striptease. Bahkan, obyeknya tak lagi hanya kaum perempuan saja, tetapi juga laki-laki.

Tarian oleh pria dengan membuka satu persatu pakaian atau male striptease, awalnya berasal dari kalangan penari biasa.

Selain di klub-klub khusus, para stripper juga bisa diundang ke suatu tempat pribadi, seperti apartemen atau hotel. Hal itu dilakukan untuk menjaga privacy konsumennya. Bila belum kenal benar, penikmat striptease biasanya meminta bantuan agency atau event organizer.

Selaku pengelola event organizer, Dani mengaku tidak melakukan paksaan apapun kepada para penarinya untuk melayani seluruh hasrat konsumen.

Sejauh ini, male striptease memang tidak bisa ditemui di sembarang club atau diskotik. Mereka hanya ada di tempat-tempat tertentu. Namun, biasanya kaum penyuka sesama jenis atau gay dan perempuan-perempuan kesepian sudah tahu, kemana harus mencari mereka.

Kehadiran male striptease, sangat identik dengan perilaku biseks. Mereka berperan menghibur dan memberi pelayanan intim bagi kaum gay maupun kaum hawa. Meski awalnya dilakoni akibat tekanan ekonomi, lama-lama mereka justru jadi menyelami profesi yang dianggap kotor oleh kalangan masyarakat luas.

Biasanya penikmat tarian bugil yang diperankan pria, datang dari kalangan pecinta sesama jenis atau gay serta perempuan setengah baya yang merasa kesepian. Gerakan dan tampilan penari yang begitu menggoda membuat mereka ingin dan ingin lagi untuk menyaksikannya. Padahal, awalnya mereka hanya penasaran ingin melihat tarian erotik yang dilakukan pria.

Bagi Rudi dan kawan-kawannya, gerakan striptease pria lebih menawan dibandingkan wanita. Sayangnya, mereka masih tergantung dari pemberian orang tua. Sehingga, aktivitas di luar jam kuliah ini benar-benar menguras uang sakunya. Rudi sendiri mengaku bukan sebagai pecinta sesama jenis yang murni. Berhubungan dengan sejenis dilakukan hanya karena gaya hidup.

Perempuan yang menggemari male striptease juga mengaku, awalnya hanya iseng. Lama kelamaan, kegiatan itu menjadi suatu rutinitas.

Tarif male striptease sendiri terbilang cukup tinggi. Untuk meraba-raba bagian tubuh tertentu saja, para penikmatnya harus mengeluarkan uang yang mereka sebut sawer. Apalagi untuk mengajaknya ke tingkat hubungan yang paling intim.

Bagi para stripper, undangan untuk ber-striptease ria, sangat dinanti-nantikan, di luar jadwal tampil rutin di club-club khusus, dua minggu sekali.

Sejauh ini, keberadaan penari erotik pria terhitung lebih sedikit dibandingkan wanita. Sebab, menjadi seorang male striptease tentu perlu mental yang kuat. Selain harus tahan dengan cibiran orang, dia juga harus bisa melayani sesama laki-laki maupun wanita tanpa bisa pilih-pilih. Sehingga, kenyataan itu pula yang sebetulnya sangat menyiksa di relung batin mereka.

Memiliki fisik proporsional dan lentur menjadi merupakan modal utama untuk menjadi seorang penari bugil. Selain itu, mereka juga dituntut berani tampil beda agar tidak membosankan bagi para penikmatnya yang sudah membayar mahal untuk tontotan tersebut.

Menjalani hidup sebagai seorang penari telanjang, bukanlah suatu pilihan. sejumlah male striptease di Jakarta mengaku, masuk dunia kelam itu karena bisa mendapatkan uang dengan mudah. Sebab, tidak ada tahapan khusus yang harus dijalani.

Mereka yang menggeluti dunia yang menampilkan bentuk tubuh, seperti male striptease, dituntut memiliki tampilan yang baik. Karena itu, kebanyakan di antara mereka tetap sering melatih dan membentuk otot tubuh agar tampak prima. Mereka juga sering melatih diri menari agar tidak kaku dan selalu menemukan gerakan baru agar tampak tidak membosankan. Namun, ini sering menjadi bumerang bagi Erwin, seorang instruktur fitnes.

Tarian striptease oleh para pria, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan para wanita. Pada pertunjukkan striptease pria, penontonnya kebanyakan adalah laki-laki penyuka sejenis atau gay.

Karena ditonton sesama pria, secara tidak sadar membuat para pria ini harus bisa menunjukkan bentuk tubuh yang disukai penontonnya. Kondisi itu juga membentuk mental mereka hingga banyak di antara mereka yang terpengaruh ikut menjadi gay atau bila bukan gay pun, mau tidak mau, harus bisa melayani libido para gay.


Sejauh ini, keberadaan para pria yang mau menjadi penari striptease hingga melayani hasrat para penontonnya masih tersamarkan oleh penari lain. Padahal, para penari lain umumnya benar-benar menjadi penari yang mendedikasikan diri untuk seni.


Kehadiran male striptease sebagai perwujudan dari fantasi seks, memang hanya digemari oleh kalangan terbatas. Namun, tidak tertutup kemungkinan hal itu menjadi sebuah gejala yang mengemuka, bila tidak ditumbuhkan kembali kesadaran akan norma-norma yang belraku. Peliput: Erwin Saputra - Kiki Saputra (indosiar.com)

No comments:

Post a Comment